Kamis, 11 Maret 2010

TENTARA INDONESIA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Penulisan Makalah
Keberadaan konsepsi tentang dwifungsi TNI dimaksudkan sebagai upaya konkrit pemberdayaan personil TNI pada masa-masa dimana tiada lagi aktivitas signifikan yang dilakukan militer berkenaan dengan upaya mempertahankan dan membela wilayah kesatuan Republik Indonesia dari berbagai ancaman, baik dari dalam (separatisme) maupun dari luar (kolonialisme). Maka dari itu perlu dilakukan pengembangan fungsi dan peran tidak hanya dalam bidang kemi-literan—sebagai bentuk profesionalisme TNI—namun juga fungsi-fungsi nonmiliterisme, yang diharapkan dapat membantu mencip-takan suasana kondusif bagi program pembangunan nasional. Maka tidak mengherankan jika pada beberapa dekade yang lalu TNI sangat akrab dengan rakyat lewat program ABRI Masuk Desa (AMD). Melalui program ini, militer tidak hanya dikenal sebagai pihak yang ber-kewajiban membela dan mempertahankan teritorial negara, namun juga ikut bergabung dalam upaya pembangunan masyarakat dan bangsa secara nyata. Pendeknya, TNI benar-benar mampu menempatkan dirinya sebagai abdi keamanan sekaligus menjadi pengayom dan pelaksana pembangunan nasional bersama-sama dengan rakyat.

1.2. Tujuan Penulisan Makalah
Penulisan makalah ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal berikut:
1) Apakah Tentara Nasional Indonesia?
2) Bagaimana Sejarah TNI?
3) Apa saja Tugas TNI?
4) Bagaimana Tanda Kepangkatan Tentara Indonesia?
5) Apa Fungsi TNI dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia?
6) Bagaimana Hak untuk Turut Serta Dalam Pemerintahan?
7) Bagaimana Hak Memilih dan Dipilih Bagi TNI Dikaitkan dengan Fungsi TNI dan Pasal 43 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM?


1.3. Identifikasi Penulisan Makalah
8) Tentara Nasional Indonesia
9) Sejarah TNI
10) Tugas TNI
11) Tanda Kepangkatan Tentara Indonesia
12) Fungsi TNI dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia
13) Hak untuk Turut Serta Dalam Pemerintahan
14) Hak Memilih dan Dipilih Bagi TNI Dikaitkan dengan Fungsi TNI dan Pasal 43 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

1.4. Sistematika Penulisan Makalah
Adapun penulisan makalah ini memiliki sistmatika:

HALAMAN JUDUL
LEMBAR PENGESAHAN
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN:
1.1. Latar Belakang Penulisan Makalah
1.2. Tujuan Penulisan Makalah
1.3. Identifikasi Penulisan Makalah
1.4. Sistematika Penulisan Makalah
BAB II PEMBAHASAN:
2.1. Tentara Nasional Indonesia
2.2. Sejarah TNI
2.3. Tugas TNI
2.4. Tanda Kepangkatan Tentara Indonesia
2.5.Fungsi TNI dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia
2.5.1. Periode 1945 – 1949
2.5.2. Periode 1949 – 1959
2.5.3. Periode 1959 – 1966
2.5.4. Periode 1966 – 1998
2.5.5. Periode 1998 – 2004
2.6. Hak untuk Turut Serta Dalam Pemerintahan
2.7. Hak Memilih dan Dipilih Bagi TNI Dikaitkan dengan Fungsi TNI dan Pasal 43 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM

BAB III PENUTUP:
3.1. Kesimpulan
3.2. Saran-Saran
DAFTAR PUSTAKA
























BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tentara Nasional Indonesia
Tentara Nasional Indonesia terdiri dari tiga angkatan bersenjata, yaitu TNI Angkatan Darat, TNI Angkatan Laut, dan TNI Angkatan Udara. TNI dipimpin oleh seorang Panglima TNI, sedangkan masing-masing angkatan memiliki Kepala Staf Angkatan. Panglima TNI saat ini adalah Jenderal TNI Djoko Santoso.
Dalam sejarahnya, TNI pernah digabungkan dengan Kepolisian. Gabungan ini disebut ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). Sesuai Ketetapan MPR nomor VI/MPR/2000 tentang pemisahan TNI dan POLRI serta Ketetapan MPR nomor VII/MPR/2000 tentang Peran TNI dan peran POLRI maka pada tanggal 30 September 2004 telah disahkan RUU TNI oleh DPR RI yang selanjutnya ditanda tangani oleh Presiden Megawati pada tanggal 19 Oktober 2004.
Tahun 2009, jumlah personil TNI adalah sebanyak 432.129 personil.
2.2. Sejarah TNI
Negara Indonesia pada awal berdirinya sama sekali tidak mempunyai kesatuan tentara. Badan Keamanan Rakyat yang dibentuk dalam sidang PPKI tanggal 22 Agustus 1945 dan diumumkan oleh Presiden pada tanggal 23 Agustus 1945 bukanlah tentara sebagai suatu organisasi kemiliteran yang resmi.
BKR baik di pusat maupun di daerah berada di bawah wewenang KNIP dan KNI Daerah dan tidak berada di bawah perintah presiden sebagai panglima tertinggi angkatan perang. BKR juga tidak berada di bawah koordinasi Menteri Pertahanan. BKR hanya disiapkan untuk memelihara keamanan setempat agar tidak menimbulkan kesan bahwa Indonesia menyiapkan diri untuk memulai peperangan menghadapi Sekutu.
Akhirnya, melalui Dekrit Presiden tanggal 5 Oktober 1945 (hingga saat ini diperingati sebagai hari kelahiran TNI), BKR diubah menjadi Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Pada tanggal 7 Januari 1946, Tentara Keamanan Rakyat berganti nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat. Kemudian pada 24 Januari 1946, dirubah lagi menjadi Tentara Republik Indonesia.
Karena saat itu di Indonesia terdapat barisan-barisan bersenjata lainnya di samping Tentara Republik Indonesia, maka pada tanggal 5 Mei 1947, Presiden Soekarno mengeluarkan keputusan untuk mempersatukan Tentara Republik Indonesia dengan barisan-barisan bersenjata tersebut menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI). Penyatuan itu terjadi dan diresmikan pada tanggal 3 Juni 1947.
2.3. Tugas TNI
Adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45, serta melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa dan negara. (2) Tugas pokok sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
1. operasi militer untuk perang
2. operasi militer selain perang, yaitu untuk:
1. mengatasi gerakan separatis bersenjata
2. mengatasi pemberontakan bersenjata
3. mengatasi aksi terorisme
4. mengamankan wilayah perbatasan
5. mengamankan objek vital nasional yang bersifat strategis
6. melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri
7. mengamankan Presiden dan Wakil Presiden beserta keluarganya
8. memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta
9. membantu tugas pemerintahan di daerah
10. membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang
11. membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia
12. membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan
13. membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan (search and rescue)
14. membantu pemerintah dalam pengamanan pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan, dan penyelundupan.
Kemudian ayat (3) berbunyi Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.
2.4. Tanda Kepangkatan Tentara Indonesia
Berikut ini adalah tanda kepangakatan dalam lingkungan Tentara Nasional Indonesia:
TNI Angkatan Darat
TNI Angkatan Laut
TNI Angkatan Udara
Lambang Pangkat
Perwira

Perwira Tinggi
Jendral
Laksamana
Marsekal

Letnan Jendral
Laksamana Madya
Marsekal Madya

Mayor Jendral
Laksamana Muda
Marsekal Muda

Brigadir Jendral
Laksamana Pertama
Marsekal Pertama

Perwira Menengah
Kolonel
Kolonel
Kolonel

Letnan Kolonel
Letnan Kolonel
Letnan Kolonel

Mayor
Mayor
Mayor

Perwira Pertama
Kapten
Kapten
Kapten

Letnan Satu
Letnan Satu
Letnan Satu

Letnan Dua
Letnan Dua
Letnan Dua

Bintara

Bintara Tinggi
Pembantu Letnan Satu
Pembantu Letnan Satu
Pembantu Letnan Satu

Pembantu Letnan Dua
Pembantu Letnan Dua
Pembantu Letnan Dua

Bintara
Sersan Mayor
Sersan Mayor
Sersan Mayor

Sersan Kepala
Sersan Kepala
Sersan Kepala

Sersan Satu
Sersan Satu
Sersan Satu

Sersan Dua
Sersan Dua
Sersan Dua

Tamtama

Tamtama Kepala
Kopral Kepala +
Kopral Kepala +
Kopral Kepala +

Kopral Satu
Kopral Satu
Kopral Satu

Kopral Dua
Kopral Dua
Kopral Dua

Tamtama
Prajurit Kepala +
Kelasi Kepala +
Prajurit Kepala +

Prajurit Satu
Kelasi Satu
Prajurit Satu

Prajurit Dua
Kelasi Dua
Prajurit Dua

Catatan:
 Warna dasar pangkat Tamtama adalah merah (TNI-AD & AU), biru (TNI-AL termasuk Korps Marinir) dan warna dasar pangkat Bintara adalah kuning.
 Untuk Korps Marinir nama pangkat mengikuti nama pangkat TNI Angkatan Darat, tetapi tanda pangkat tetap mengikuti tanda pangkat TNI Angkatan Laut.
 Berdasarkan Surat Keputusan Panglima ABRI Nomor 92/II/85 yang berlaku sejak 1 April 1985, terjadi perubahan:
o Tamtama dibagi dalam 2 anak golongan, yaitu Tamtama Kepala dan Tamtama
1. Tanda pangkat Calon Perwira sebagai salah satu pangkat di atas Pembantu Letnan Satu disebutkan pada PP 24/1973 namun saat ini telah ditiadakan.
2. Tanda pangkat Kopral Kepala dan Prajurit Kepala merupakan penambahan baru pada tahun 1990 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 1990 yang juga menghapuskan pangkat Calon Perwira dan berlaku sampai sekarang.
3. Pada saat Polri bergabung dengan TNI, sebutan pangkat Tamtama setara Prajurit untuk Polri adalah Bhayangkara Dua, Bhayangkara Satu dan Bhayangkara Kepala.
2.5.Fungsi TNI dalam Struktur Ketatanegaraan Indonesia
Untuk memahami perdebatan yang terjadi mengenai hak TNI untuk turut serta dalam pemerintahan, yang dalam tulisan ini lebih dikhususkan pada hak untuk memilih dan dipilih dalam Pemilu, maka ada baiknya penulis melakukan peninjauan ke belakang mengenai fungsi TNI sejak masa awal kemerdekaan sampai dengan masa reformasi.
2.5.1. Periode 1945 – 1949
TNI pada periode ini dikenal dengan nama Badan Keamanan Rakyat (BKR). Adapun fungsi BKR pada waktu itu adalah memelihara keamanan bersama-sama dengan rakyat dan badan-badan negara yang bersangkutan.BKR mengalami beberapa kali pergantian nama, sampai pada tanggal 5 Mei 1947 Presiden Soekarno menyebut istilah Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan fungsinya yaitu sebagai pelindung ideologi negara dan bukan alat dari berbagai kabinet yang sedang berkuasa. Fungsi TNI masih dalam batasan fungsi pertahanan, namun dalam prakteknya terjadi pola pembagian peran yang sangat nyata antara anggota TNI dan sipil.
2.5.2. Periode 1949 – 1959
Fungsi yang diemban TNI pada masa itu adalah fungsi pertahanan dan sedikit fungsi legislasi. Fungsi pertahanan didasarkan pada Pasal 16 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1954 yang berbunyi: “Angkatan Perang adalah pelopor pertahanan negara dan pelatih keprajuritan bagi rakyat.” Namun demikian, pemerintah yang mempunyai wewenang untuk mengatur perihal pertahanan tersebut. hal ini sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 13 yang berbunyi: “Pemerintah menetapkan kebijakan umum dalam lapangan pertahanan.” Sementara itu, fungsi legislasi didasarkan pada Pasal 9 Undang-Undang Nomor 80 Tahun 1958 tentang Dewan Perancangan Nasional yang menyebutkan bahwa pejabat militer dapat menjadi anggota Dewan Perancang Nasional yang bertugas mempersiapkan rancangan undang-undang pembangunan nasional. Hal ini sebenarnya memberikan legalisasi bagi militer dalam fungsi sosial politiknya. Namun, ketentuan ini sangat kontradiktif dengan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 29 Tahun 1954 yangmenyebutkan bahwa seorang anggota angkatan perang tidak boleh menjalankan politik, dalam arti bahwa tidak boleh mengambil sikap atau tindakan yang dapat mengurangi tata tertib tentara.
2.5.3. Periode 1959 – 1966
Selain memegang fungsi pertahanan, TNI juga mengemban fungsi non militer. Fungsi non militer ini didasarkan sebuah Dekrit Presiden Soekarno pada tanggal 3 Desember 1962 yang menentukan bahwa dalam melaksanakan proyek-proyek pembangunan dalam bidang produksi dan distribusi, pemerintah memanfaatkan satuan angkatan bersenjata yang bersedia sebagai tenaga terampil, setengah terampil, dan tidak terampil untuk membantu pelaksanaan proyek tersebut. Angkatan Darat telah mampu mempertahankan pengaruh yang cukup kuat dalam pemerintahan daerah ditandai dengan kenyataan bahwa komandan-komandan tentara pada semua tingkat duduk sebagai anggota dewan eksekutif yang memerintah provinsi dan kabupaten. Argumen tentara mengenai sebab keterlibatannya dalam sosial politik dan memainkan peran dalam semua bidang kegiatan pemerintah yaitu bahwa tentara adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Oleh sebab itu, tentara memiliki tanggung jawab diluar fungsi teknisnya untuk membela bangsa.
2.5.4. Periode 1966 – 1998
Pada masa ini, sebutan TNI berubah menjadi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI). Fungsi sosial ABRI diatur dalam UU no. 16 Tahun 1969 tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPRD I, dan DPRD II. Unsur angkatan bersenjata dapat menjadi anggota dewan legislatif sebagaimana Pasal 1 ayat 3 UU No. 16 Tahun 1969 yang berbunyi: “Anggota tambahan MPR terdiri dari: a. Utusan Daerah ; b. Utusan Golongan Politik dan Golongan Karya ditetapkan berdasarkan imbangan hasil pemilu; organisasi golongan politik / karya yang ikut pemilihan umum tetapi tidak mendapat wakil di DPR dijamin satu utusan di MPR yang jumlah keseluruhannya tidak melebihi sepuluh orang utusan; c. Utusan Golongan Karya Angkatan Bersenjata dan Golongan Karya bukan Angkatan Bersenjata yang ditetapkan berdasarkan pengangkatan.” Mengenai keikutsertaan anggota Angkatan Bersenjata ke dalam sebuah badan legislative, dalam penjelasan UU No. 16 Tahun 1969 disebutkan bahwa: “Mengingat Dwifungsi ABRI sebagai alat negara dan kekuatan sosial yang harus kompak dan bersatu dan merupakan kesatuan untuk dapat menjadi pengawal dan pengaman Pancasila atau UUD 1945 yang kuat dan sentosa, maka bagi ABRI diadakan ketentuan tersendiri. Fungsi dan tujuan ABRI seperti tersebut di atas tidak akan tercapai jika anggota ABRI ikut serta dalam Pemilu , yang berarti bahwa anggota ABRI berkelompok-kelompok berlain-lain pilihan dan pendukungnya terhadap golongan-golongan dalam masyarakat. Karena itu, maka anggota ABRI tidak menggunakan hak pilih dan hak dipilih, tetapi mempunyai wakil-wakilnya dalam Badan Permusyawaratan atau Perwakilan Rakyat dengan melalui pengangkatan.”
2.5.5. Periode 1998 – 2004
1. Membantu penyelenggaraan kegiatankemanusiaan (civil mission).
2. Memberikan bantuan kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan atas permintaan yang diatur dalam undang-undang.
3. Membantu secara aktif tugas pemeliharaan perdamaian dunia (peace keeping operation) di bawah bendera PBB.
Dalam Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI juga ditegaskan bahwa anggota TNI dilarang untuk melakukan kegiatan politik. Pasal 39 menyatakan bahwa Prajurit dilarang terlibat dalam:
1. kegiatan menjadi anggota partai politik
2. kegiatan politik praktis
3. kegiatan bisnis
2.6. Hak untuk Turut Serta Dalam Pemerintahan
Pelaksanaan hak turut serta dalam pemerintahan merupakan suatu bentuk perwujudan dari demokrasi. Karena sesungguhnya demokrasi itu sendiri memberikan berbagai kesempatan untuk:
1. Partisipasi yang efektif
2. Persamaan dalam memberikan suara
3. Mendapatkan pemahaman yang jernih
4. Melaksanakan pengawasan akhir terhadap agenda
5. Pencakupan orang dewasa.
2.7. Hak Memilih dan Dipilih Bagi TNI Dikaitkan dengan Fungsi TNI dan Pasal 43 ayat (1) UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM
Melihat sejarah fungsi TNI yang telah penulis paparkan pada bagian kedua, maka terlihat jelas pada masa transisi dari Orde Baru menuju reformasi, kemapanan TNI menjadi goyah. Bahkan telah terjadi reformasi internal untuk mengantisipasi terjadinya perubahan-perubahan yang sangat cepat. Fungsi TNI pada dasarnya adalah fungsi pertahanan, namun pada periode Orde Baru, TNI justru menduduki posisi-posisi sentral dalam pemerintahan. Ada pendapat dari sekelompok masyarakat yang menyatakan bahwa keikutsertaan prajurit TNI sebagai pemilih akan menarik TNI ke dalam kancah politik praktis seperti pada masa Orde Baru serta akan membahayakan pengembangan kehidupan demokrasi. Kekhawatiran seperti itu sah saja, akibat trauma masa lalu, namun di era keterbukaan saat ini dimana supremasi hukum dijunjung tinggi pendapat tersebut mungkin terlalu ”dini”, karena pada hakekatnya prajurit TNI adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki hak dan kedudukan sama dengan Warga Negara lain dalam berdemokrasi.
Sesuai UUD 1945 pasal 27, prajurit TNI adalah Warga Negara Indonesia yang memiliki hak dan kewajiban yang sama dengan Warga Negara lain khususnya di bidang politik. Selanjutnya sesuai UU RI Nomor 19 Tahun 2008 Tentang Pemilihan Umum antara lain pasal 19, dinyatakan bahwa semua Warga Negara Republik Indonesia yang sudah berumur 17 tahun atau sudah / pernah kawin mempunyai hak memilih. Hal ini mengandung pengertian bahwa prajurit TNI sebagai Warga Negara juga mempunyai hak pilih dalam Pemilu, walaupun pada pasal 318 menyatakan bahwa anggota TNI tidak menggunakan hak pilihnya dalam Pemilu 2009.


BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Sesuai UU TNI pasal 2, jati diri Tentara Nasional Indonesia adalah:
1. Tentara Rakyat, yaitu tentara yang anggotanya berasal dari warga negara Indonesia
2. Tentara Pejuang, yaitu tentara yang berjuang menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tidak mengenal menyerah dalam melaksanakan dan menyelesaikan tugasnya
3. Tentara Nasional, yaitu tentara kebangsaan Indonesia yang bertugas demi kepentingan negara di atas kepentingan daerah, suku, ras, dan golongan agama
4. Tentara Profesional, yaitu tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, ketentuan hukum nasional, dan hukum internasional yang telah diratifikasi

3.2.Saran
Berdasarkan uraian yang telah penulis paparkan di atas, maka sekiranya saran yang dapat penulis sampaikan adalah sebagai berikut:
o Untuk Pemilu yang akan datang, sekiranya pemberian hak untuk memilih bagi anggota TNI tidaklah akan menjadi suatu masalah. Untuk itu, penulis berharap agar pemeruintah dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat berkenan memberikan hak untuk memilih kepada anggota TNI sebagai pemenuhan hak mereka sebagai Warga Negara Indonesia.
o Sekiranya anggota TNI dapat menunjukkan ketiga prinsip yang telah penulis sebutkan sebelumnya, agar tercipta fungsi yang harmonis dan saling mengisi antara TNI dan masyarakat sipil dalam kehidupan bernegara.












DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang
Indonesia. Undang-Undang Dasar 1945.
Indonesia. Undang-Undang tentang Pemilihan Umum. UU No. 12 Tahun 2003. LN No 37 Tahun 2003.
Indonesia. Undang-Undang tentang Pemilihan Umum. UU No 10 Tahun 2008. LN No 51 Tahun 2008.
Indonesia. Undang-Undang tentang Hak Asasi Manusia. UU No 39 Tahun 1999. LN No 51 Tahun 1999.
Literatur
Dahl, Robert A. Perihal Demokasi: Menjelajah Teori dan Praktek Demokrasi Secara Singkat. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2001.
Fatah, Eep Saefulloh. Masalah dan Prospek Demokrasi di Indonesia. Jakarta: Ghalia Indonesia, 1994.
Huntington, Samuel P. Prajurit dan Negara: Teori dan Politik Hubungan Militer-Sipil. Jakarta: Grasindo, 2003.
Markas Besar Tentara Nasional Indonesia. Paradigma Baru Peran TNI Sebuah Upaya Nasionalisasi. Jakarta: Mabes TNI, 1999.
Notosusanto, Nugroho. Pejuang dan Prajurit Konsepsi Dwi Fungsi ABRI. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1991.